Jadi ini adalah ide temen kantor yang ngajak backpacker-an ke Pulau Tidung dan sebagai seorang backpacker sejati gue merasa tertantang untuk tidak menolak tawaran temen gue ini. Kebanyakan orang berlibur ke Pulau Tidung atau disekitaran Kepulauan Seribu menggunakan jasa travel. Tapi buat yang mau coba-coba tanpa jasa travel juga bisa seperti gue dan temen kantor.
Seminggu sebelum hari H (9-10 mei 2015) gue dan 2 orang temen kantor (Agung dan Dede) sibuk mencari informasi tentang Pulau Tidung, mulai dari kapal penyeberangan dari Muara Angke, sewa penginapan, sewa sepeda dan lain-lain. Setelah browsing sana-sini mencari informasi, akhirnya menemukan penginapan yang harganya cukup terjangkau.
Sebut saja Bu Yaya yang menyediakan fasilitas penginapan di Pulau Tidung. Setelah menghubungi Bu Yaya dan membuat kesepakatan akhirnya deal harga Rp. 720.000/ 3 orang untuk 2 Hari 1 malam, harga tersebut sudah termasuk:
- Penginapan Rp. 300.000/ 3 Orang / malam (AC, kamar Mandi, TV, Dispenser)
- Makan Rp. 135.00/ 3 Orang
- Sepeda Rp. 45.000/ 3 Orang
- Kapal PP (Muara Angke - Tidung, Tidung - Muara Angke) Rp. 240.000/ 3 Orang
Oh ya buat yang tidak ingin budget membengkak disarankan tidak menggunakan pemandu karena kemanapun kita pergi tidak akan tersesat. Untuk urusan Bu Yaya sudah beres dan H-1 akan dikirim nomor ABK Kapal Batavia yang harus gue hubungi ketika sampai di Muara Angke pada hari H.
***
Sabtu, 9 Mei 2015
Jam 3 pagi gue udah dibangunkan alarm hp, setelah berusaha untuk mengumpulkan nyawa untuk dibariskan dan diabsen satu persatu gue langsung menelpon Agung dan Dede untuk membangunkan mereka yang katanya susah bangun kalau tidak dibangunkan.
Jam 4.30 pagi Agung sudah sampai di kosan gue dan langsung menuju meeting point untuk ketemu Dede di dekat Tol Slipi. Kejadian pagi itu hampir saja membatalkan rencana kami ke Pulau Tidung karena Dede hampir saja menabrak sepeda motor yang ada di depannya.
Jam 5.30 pagi dan kita kepagian sampai di Muara Angke, bahkan tukang sayur saja belum ada yang lewat. Mumpung masih ada waktu cari ATM didekat POM Bensin dan beli roti untuk sarapan di kapal. Berhubung Agung membawa pancing dan lupa membawa umpannya jadilah kita muter-muter di sekitaran pelelangan ikan untuk membeli udang sebagai umpan ikan.
Jam 6 pagi gue langsung menghubungi ABK Kapal Batavia untuk mengkonfirmasi kalau kita sudah sampai di Muara Angke dan ga lama kemudian bertemu dengan bang Saiful Jamil dan mengantarkan kami ke Kapal yang sedang parkir dan menunggu untuk diisi sampai penuh.
Katanya sih kapal berangkat pukul 07.00 tapi ngaret 30 menit. perjalanan memakan waktu selama kurang lebih 3 jam. Selama diatas kapal suasana yang membosankan membuat gue pengen tidur, beberapa kali sempat merasakan pusing dan mual tapi ketika dibawa tidur rasa pusing dan mual hilang.
Jam 10.30 kapal bersandar di Pelabuhan Pulau Tidung, masih ditepian dermaga warna air laut yang hijau dan jernih membuat gue dan beberapa penumpang kapal mengambil kamera untuk jepret sana sini. Bu Yaya mengkonfirmasi kalau suaminya yang akan menjemput kami di Pelabuhan.
Lokasi penginapan tidak jauh dari dermaga, jalan kaki sekitar kurang lebih 5 menit sudah sampai. Setelah suami Bu Yaya memberikan kunci penginapan lalu kami ditinggal pergi bersama kenangan yang baru saja dilalui.
Tidak berapa lama kemudian ada suara perempuan memanggil nama gue dari luar penginapan, suara yang lembut namun khas betawi terdengar syahdu, pasti seorang bidadari yang baru turun dari surga. Setelah membuka pintu, gue tersadar dari lamunan dan khalayan karena mabok laut. Ternyata Bu Yaya yang datang untuk menagih janji ke kami.
Sambil makan siang yang sudah disiapkan dengan menu sambel ikan masuk angin (ikan gembung), tempe goreng, perkedel, sayur asem, sambel ulek, gue memulai buka suara dengan Bu Yaya. Membahas tentang sewa penginapan dan singkat cerita tentang usahanya menyewakan penginapan dan membuka jasa travel juga.
Makan siang kelar, perut kenyang dan Bu Yaya sepertinya sudah tidak sabar untuk menagih janji kami. Hitung..... hitung.... uang tunai sejumlah Rp. 720.000 dibayar tunai untuk menyewa penginapan dan peralatan lainnya.
Namanya juga dipantai, pengen santai menghirup udara pantai yang panasnya subhanallah.... tapi Agung dan Dede malah mager dan mulai ngantuk karena kekenyangan makan siang. Gue yang ga bisa diem langsung mengobrak-abrik penginapan biar gue ada temen untuk keliling Pulau Tidung.
Sambil mengayuh sepeda yang berwarna pink kami menuju Jembatan Cinta. Selain sebagai ikonnya Pulau Tidung, konon katanya jembatan cinta mempunyai beberapa mitos. Ada beberapa versi mengenai mitos percintaan berhubungan dengan jembatan cinta ini. Sebagian traveler percaya jika menyebarangi jembatan cinta ini bersama pasangan, konon cinta mereka akan abadi selamanya. Sebagian traveler lagi percaya bila melompat dari tengah jembatan bersama pasangan, maka cinta mereka berdua akan langgeng hingga maut memisahkan.
Agung mengeluarkan alat perangnya untuk berburu ikan, entah ikan apa yang akan dia dapatkan. Yang gue tau disini tuh banyak bulu babi. Sementara Dede... gue ga ngerti sama apa yang akan dia lakukan di sepanjang Jembatan Cinta yang panjangnya kurang lebih 800 meter ini. Entah mencari jodoh atau mau ikutan lompat bareng bocah-bocah setempat. Biarkanlah dia dengan dunianya sendiri.
Jembatan Cinta menghubungkan antara Pulau Tidung Besar dengan Pulau Tidung Kecil. Sekarang ini Pulau Tidung Kecil dijadikan sebagai kawasan Agro Wisata oleh pemerintah. Menurut penjaga Pulau Tidung Kecil, disini dijadikan tempat untuk budi daya berbagai tumbuhan, seperti pohon sukun yang buahnya dijadikan makanan khas Pulau Tidung, tanaman Buah Naga dan masih banyak lainnya.
Selain dijadikan sebagai kawasan Agro Wisata, Pulau Tidung Kecil juga sering dijadikan tempat untuk mendirikan tenda di pinggir pantai bagi mereka yang tidak menyewa penginapan di Pulau Tidung Besar. Kawasan pinggir pantai di Pulau Tidung Kecil juga tidak kalah bagus dengan Pulau Tidung Besar dan tempatnya bisa dijadikan alternatif untuk hunting foto.
Capek berjalan kaki mengitari Pulau Tidung Kecil, gue dan temen-temen kembali ke penginapan untuk istirahat siang menuju sore, sebenarnya sih tanggung mau tidur siang tapi udah mau sore juga. Mau snorkeling juga males karena cuacanya subhanallah panas banget.
Tidur siang sebentar kemudian beberes untuk menuju barat-nya Pulau Tidung Besar dan masih tetep menggunakan sepeda pink. Dari penginapan gue udah melihat matahari akan segera terbenam dan gue terpaksa meninggalkan dua orang temen yang masih pada molor, karena gue ga mau melewatkan momen berharga ini untuk diabadikan dalam lensa kamera.
Mengayuh sepeda melewati perkebunan kelapa dan bertemu dengan rombongan lain yang tidak jarang kebanyakan adalah ibu-ibu dan dedek dedek gemesh. Sesekali melihat beberapa orang yang terjatuh dari sepeda dan menjadi tontonan gratis untuk ketawa.
Sesampainya di ujung barat Pulau Tidung Besar, malah kekecewaan yang gue dapeti karena matahari sudah tertutup awan mendung di ujung sana. Oh ya di sini juga gue ketemu sama Sahardi, Owner dari salah satu Travel Agent ke Pulau Tidung. Sebelumnya juga ketemu di Pulau Tidung Kecil dan sempat cerita tentang pengalaman menjadi Travel Agent.
Kecewa karena tidak dapat sunset karena cuaca di ufuk barat sana sedang mendung, akhirnya gue kembali ke penginapan bersama dua orang temen yang sempet nyusul juga. Ditengah perjalanan magrib-magrib gue sempat melihat ke belakang, dibelakang gue ada Agung yang sedang membonceng sesosok makhluk astral berwarna hitam besar (sampai saat ini ketika gue nulis masih terbayang dan merinding kalau mengingatnya) kemudian gue memberhentikan laju sepeda dan menyuruh Agung berhenti juga tetapi makhluk tersebut sudah tidak ada lagi, kemudian gue memberitahukan apa yang baru saja gue lihat. Agung dan Dede menganggap gue sedang bercanda, mungkin karena mereka tidak melihat apa yang gue lihat.
Sehabis makan malam gue langsung tidur-tiduran sambil nonton TV, sementara Agung dan Dede pergi keluar. Entah udah berapa lama gue ketiduran di depan TV yang ga gue sadari sudah mati dan gue terbangun karena mendengar suara perempuan cekikikan dari luar penginapan, awalnya sih gue cuekin aja eh malah gue melihat bayangan putih yang terbang didepan mata gue sambil cekikikan (saat menulis ini gue masih merinding). Kemudian gue pindah kedalam kamar yang ada Agung dan Dede, kemudian Dede tanya kenapa pindah ke dalem, terus gue cuma bilang "diganggu kuntilanak".
***
Keesokan paginya ketika bangun gue masih berpikir tentang sosok makhluk yang dibonceng Agung dan gangguan dari Mba Kunti tapi Agung dan Dede malah menganggap kalau gue sedang bercanda. Yasudahlah... daripada diambil pusing mari kita berburu sunrise.
Jam 5 subuh sudah berada di Jembatan Cinta untuk berburu Matahari pagi yang akan menyinari bumi dan memberikan kehangatan dari dinginnya malam. Dari ujung timur matahari masih tampak malu-malu untuk menampakkan sinarnya, sementara awan gelap juga masih berada didepannya.
Kemarin sore tidak dapat suset yang bagus, begitu juga pagi ini. Kekecewaan yang gue dapatkan, pulang dengan tangan kosong. Kembali ke penginapan, Bu Yaya sudah menyiapkan sarapan pagi. Setelah mandi, beberes dan sarapan, kami bersiap untuk kembali ke habitat masing-masing. Jam setengah 11 dijemput oleh suami Bu Yaya untuk diantarkan ke pelabuhan.
Kapal beranjak pergi tepat pukul 11 siang meninggalkan Pulau Tidung. Pengalaman yang tidak terlupakan selama 2 hari 1 malam di Pulau Tidung. Mulai dari keindahan alam lautnya sampai suasana horor yang gue dapetkan.
Terima kasih untuk Bu Yaya dan keluarga.
*bagi yang ingin kontak Bu Yaya silahkan email gue ke: mail@rezafahlevi.com
23 komentar
Write komentarwah keren nih mas :3 Tapi buat mahasiswa segitu udah mahal :''
Replyjernih amat airnya, sampai ekosistem di dalamnya kelihatan. pastinya jadi momen yang gak terlupakan. apalagi perginya ala backpacker, pernah aku pergi liburan ala backpacker juga dan itu seru amat, lain cerita kalo kita pakai jasa travel, mungkin sepanjang perjalanan tidur.
Replylumayanlah cost, dua bulan penyisihan gaji
Yaa ampun gilak, airnya jernih bangeet :D
Replypengen kesituuuu -__-
waduh keren nih mas airnya jenih bingit
ReplyKe pulau pari asik tuh mas, disana diriin tenda aja. coba deh.
Replybisa menghemat pengeluaran juga. hhihihi
Anjir gue ngebayangin lagi. Lagi tiduran sendiri... terus ngeliat cewek putih dan denger dia ketawa. Serem abis. :\
ReplyJembatan nya dah beton yaaa, kaget liat beda. Dulu masih kayu dan banyak dimakan rayap hehe
Replyhanjirr, merinding disko pas baca yang bagian ketemu sama penampakan :|
ReplyKl perginya satu kelas biayanya makin murah
ReplyNah itu dia, kalau ala backpacker selain biaya lebih murah trus ga terikat sama jadwal, jadi bebas mau kemana aja
ReplyKalau mau ke tidung ajak gue ya
ReplyNext destination
ReplyUntung ga tidur disamping hihihihi
ReplySekarang udah bagus mas
ReplyNgebaca aja merinding, gimana gue yg ketemu langsung haduuuh :(
Replyuntuk pasir pantainya gimana? masih putih gak ya? aman buat anak kekcil main pasir dan berenang?
Replyuntuk pasirnya kadang putih kadang coklat tergantung ombaknya besar atau enggak, misalnya musim hujan. Untuk ana-anak aman bermain air dan berenang, perhatikan juga batas aman atau kedalaman untuk berenang jangan terlalu jauh dari pinggir pantai.
ReplyHati-hati juga terhadap bulu babi yang kadang suka terdapar ke pinggir pantai kalau terbawa ombak besar.
Segitu lumayan murah tuh.. Ada kuntilanaknya juga..
ReplyOK gw simpen dulu kontaknya.. Siapa tau kpan2 gue kesitu.
kalau yang punya indra ke enam pasti bisa liat banyak penampakan
Replyduh sayang, homestaynya agak kurang terawat gitu
Replykebetulan dapet yang agak kurang terawat, masih banyak sih yang bagus-bagus lainnya
ReplyIni nih yang susah buat ke Tidung: Ngumpulin orang, biar share cost-nya kena lebih murah. Nggak nyoba loncat dari Jembatan Cinta, Mas?
Replyga berani loncat karena takut ada bulu babi
ReplyEmoticonEmoticon