Disclaimer: Tulisan ini mungkin mengandung sara tapi ini
murni pengalaman dan curhatan hati seorang travel blogger. Mohon maaf apabila
ada yang merasa tersinggung.
Mendengar nama maskapai satu ini mungkin sudah dapat
dibayangkan adalah delay, pelayanan yang buruk dan tempat duduk yang sempit.
Awalnya gue ga pernah membayangkan akan naik pesawat dengan logo singa tersebut
karena terpaksa harus berangkat penerbangan paling awal untuk keberangkatan dan
penerbangan paling akhir untuk kembali hanya tersisa lion air saja untuk rute
Jakarta – Medan – Jakarta. Biasanya gue terbang naik pesawat selain maskapai
yang satu ini. Pagi-pagi subuh 4 februari 2016 gue memesan tiket pp tujuan
Medan untuk keberangkatan pukul 5 pagi, itu artinya 24 jam lagi dari pemesanan
saat ini, begitu juga dengan kembalinya gue membeli tiket untuk keberangkatan
paling terakhir dari Medan menuju Jakarta.
Berhubung gue harus mengejar first flight mau ga mau gue
harus overnight di Bandara Soekarno-Hatta supaya ga ketinggalan pesawat. Siapa
coba yang mau ketinggalan pesawat dan harus membeli tiket 2 kali karena tiket
sebelumnya sudah hangus? Tentunya gue pribadi sangat menghindari kejadian ini.
Pernah waktu itu gue hampir ketinggalan pesawat Garuda (Medan-Jakarta) dan
status sudah last call, bahkan nama gue sudah dipanggil melalui pengeras suara,
kejadian ini aja udah buat gue kalang kabut lari bagai dikejar anj*ng dari pintu
masuk sampai ke gate yang jaraknya cukup jauh di Kualanamu, karena gate Garuda
itu berada paling ujung.
Cerita tentang
overnight di Bandara akan gue bagikan di
tulisan berikutnya. Singkat cerita sudah pukul 3 pagi, gue langsung masuk ke
dalam untuk antri
check in dan semuanya berawal dari proses
check in. Antrian
Lion air waktu itu panjang banget karena ada 4
flight pagi ke Sumatera (Medan,
Palembang, Pekanbaru, Batam), proses
check in terhitung sangat lambat sekali
sekitar lima menit untuk per pax (penumpang), bahkan bisa lebih dari lima menit baik
yang membawa bagasi atau tidak.
Dari sini gue udah mulai berasa ada di Medan karena
kebanyakan penumpang berlogat Medan dan chinese, beberapa diantara mereka yang berada di deket gue mulai berulah. Entah kenapa orang cina yang berasal
dari Medan semuanya pada songong suka buat onar. Bahkan gue sempat melihat
cewek cina yang mau berangkat ke Medan bareng gue, duduk diatas timbangan bagasi untuk menimbang berat
badannya, duuh mending duduk dipangkuan abang aja dek. Belum lagi yang para lelakinya yang bergaya seperti cewek dan berada dibelakang gue pada mau nyerobot antrian, pengen rasanya gue tabok
pake sepatu gunung atau tripod deh.
Urusan check in selesai dan begitu masuk ke waiting room gue
melihat rombongan koko dan cici yang buat onar tadi sewaktu check in. Daripada gue
merasa terganggu dan kesel sendiri mending gue menjauh dan berharap ga satu
pesawat dengan gue tapi nasib sialnya mereka duduk tepat dibelakang dan samping gue
di dalem pesawat.
Emosi semakin memuncak ketika mereka duduk di belakang gue didalem pesawat, tempat duduk gue ditendang dari belakang yang membuat gue merasa
terganggu tapi gue masih bisa sabar. Sementara yang duduk disamping gue berisik
banget udah kayak jualan di glodok, pengen aja rasanya plaster itu mulut yang
cas cis cus ga ada berhentinya sampai pesawat lepas landas.
Bagi yang sudah sering naik Lion Air sudah taulah bagaimana
kondisi didalam pesawat, sementara bagi gue ini adalah pengalaman pertama yang
membuat gue cukup terkejut dan setuju dengan pendapat orang yang sering naik lion
air dengan segala kekurangannya.
- Pertama jarak antar tempat duduk cukup sempit dan sialnya
dikursi yang gue duduki ga ada tombol untuk menurunkan sandaran kursi ke
belakang, begitu mendarat punggung gue serasa kaku semua.
- Saat berangkat gue ga nemu buku petunjuk keselamatan yang
biasanya diselipkan di depan tempat duduk.
- Tidak ada snack yang dibagikan, disini gue cukup maklum
karena termasuk maskapai murah tapi kalau dibandingkan dengan Sriwijaya yang
berani kasih harga sama dengan Lion selalu membagikan snack.
- Sebelum lepas landas pesawat terasa agak panas, tapi
setelah mengudara baru terasa dingin.
- Delay ga tanggung-tanggung, sewaktu pulang gue kena delay
yang awalnya dua jam kemudian menjadi 3 jam.
- Landing yang cukup kasar waktu mendarat di CGK.
- Boarding on time tapi belum tentu take off on time juga,
hal ini gue alami sewaktu masih di KNO menuju CGK. Cukup lama banget berada di
dalam pesawat bahkan sudah lewat 15 menit dari waktu take off.
- Terkadang suka memasukkan manifest berlebihan, misalnya
crew dari lion group yang lainnya yang sedang tidak bertugas dan hendak kembali
(misalnya Jakarta) terpaksa duduk di jumper seat di depan atau di belakang.
- Penumpang banyak yang belum mengetahui seacara umum
tentang keselamatan penerbangan. Gue masih melihat penumpang yang berhalo-halo
ria pada saat pesawat mengisi bahan bakar, padahal sudah di umumkan tidak boleh
menggunakan telpon didalam pesawat pada saat mengisi bahan bakar. Ada lagi yang
langsung menghidupkan hp setelah mendarat, padahal jarak ke terminal bandara
masih jauh. Yang ga kalah mencengangkan bagi gue adalah saat lampu sabuk
pengaman belum boleh di lepaskan dan pesawat masih berjalan menuju terminal
tapi sudah ada beberapa orang yang membuka bagasi kabin, duuuhh itu kalau
terjadi hal yang buruk gimana ya?.
Dari sekian banyak kekurangan ternyata ada beberapa
kelebihan dari Lion Air, seperti:
- Kalau penerbangan paling pagi jarang delay karena
pesawatnya sudah standby di badara dari malam sebelumnya.
- Belahan rok pramugarinya cukup membuat mata seger kalau
masih ngantuk-ngantuk karena penerbangan pagi.
- Kalau beruntung bisa mendarat cukup mulus. Tergantung keahlian pilot juga sih sebenarnya.
- Tiket yang murah meriah.
- Berdasarkan pengalaman pertama dan terakhir gue,
pemumpang yang kena delay 2 jam mendapatkan kompensasi makan malam dengan menu
dari McD.
- Jika kena delay lebih dari 2 jam segerlah mendatangi
customer service, kalau beruntung bisa menukar ke penerbangan tercepat dengan
maskapai yang sama tanpa dikenakan biaya tambahan dan jika masih ada seat yang
kosong.
- Jika beruntung terdapat buku panduan doa perjalan di depan
kursi.
- Last but not least, kalau beruntung selamat sampai
tujuan.
Jadi setelah dua kali naik pesawat Lion Air pp Jakarta –
Medan – Jakarta gue mengambil kesimpulan sendiri kalau ini adalah penerbangan
terkahir gue menggunakan Lion Air, walaupun terdapat beberapa kelebihan juga
dari banyaknya kekurangan maskapai yang satu ini tapi demi alasan kenyamanan
untuk penerbangan dalam negeri gue lebih memilih Garuda yang semua orang sudah tau dan Citilink dengan
berbagai pilihan green seat yang cukup luas dan masih satu group dengan Garuda. Gak lagi-lagi deh gue mengkhianati Garuda dan Citilink untuk urusan penerbangan dalam negeri.